SEJARAH HUKUM INTERNASIONAL
DAN PERKEMBANGANNYA
Apabila hukum internasional kita ambil dalam
arti luas yaitu termassuk pengertian hukum bangsa-bangsa,dapat dikatakan
sejarah hukum internassional telah tua sekali. Sebaliknya,apabila kita gunakan
istilah ini dalam arti sempit yakni hukum yang terutama mengatur hubungan
antara bangsa-bangsa ,hukum internasional baru berumur beberapa ratus tahun.
Hukum internasional modern sebaagai
suatu system hukum yang mengatur hubungan antara Negara-negara,lahir dengan
kelahiran masyarakat internasional yang didasarkan atas antar bangsa-bangsa.
Sebagai titik saat lahir Negara-negara nasional yang modern biasanya diambil
saat ditandatanganinya perjanjian Westphalia yang mengakhiri perang tiga puluh
tahun di eropa.
Akan tetapi,sebelum kita menguraikan
sejarah hukum Internasional modern,marilah kita kembali ke zaman dahulu kala
dan dimana saaja sudah terdapat ketentuan yang mengatur hubungan antara
raja-raja atau bangsa-bangsa.
ZAMAN INDIA KUNO
Dalam lingkungan kebudayaan india
kuno telah terdapat kaidah dan lembaga-lembaga yang mengatur hubungan antar
kasta,suku-suku bangsa dan raja-raja.menurut penelitian yang diadakan oleh
bannerjce pada masa beberapa abad sebelum masehi, kerajaan-kerajaan india sudah
mengatur hubungan satu sama lain oleh adanya kebiassaan.adat kebiasaan yang
mengatur hubungan para raja-raja di india disebut desa dharma.salah seorang
pujangga yang terkenal pada waktu itu ialah kautilya atau chanakya yang merut
perkiraan adalah penulis buku artha sastra.
Gautamasutra yang berasal dari abad
VI sebelum masehi dan merupakan salah satu karya dibidang hukum yang tertua
telah menyebutkan tentang hukum kerajaan disamping hukum kasta dan hukum keluarga.buku
undang-undang manu abad kelima sesudah masehi juga menyebutkan tentang hukum kerajaan. Hukum
yang mengatur hubungan antar raja-raja pada waktu itu tidak dapat disamakan
dengan hukum internassional zaman sekarang karena belum ada pemisahan agama dan
soal kemasyarakatan dan Negara. Namun,tulisan-tulisan pada waktu itu
menunjukkan adanya kaidah-kaidah dan aturan-aturan yang mengatur hubungan
antara raja-raja dan kerajaan demikian.hukum bangsa-bangsa pada zaman india
kuno sudah mengenal ketentuan yang mengatur kedudukan dan hak istimewa diplomat
atau utusan raja yang dinamakan duta.juga sudah terdapat kententuan yang
mengatur perjanjian(treatis),hak dan kewajiban raja,tetapi ketentuan yang agak
jelas terutama terdapat bertalian degan hukum yang mengatur perang.hukum india
kuno misalnya sudah mengadakan perbedaan yang tegass antara combatant dan
noncombatant.jugan ketentuan mengenai perlakuan tawanan perang dan cara
melakukan perang sudah diatur dengan jelas.bagaimanapun juga melihat
bukti-bukti yang telah ditemukan oleh para sarjana dapatlah dikatakan bahwa di
india kuno telah da semacam hukum yang dapat dinamakan hukum bangsa-bangsa.
ZAMAN YUNANI
Lingkungan
kebudayaan yang juga sudah mengenal aturan yang mengatur berbagai kumpulan
manusia ialah lingkungan kebudayaan yunani yang sebagaimana kita ketehaui
yunani hidup dalam berbagai Negara-negara kota.menurut hukum Negara-negara kota
ini,penduduk digolongkan dalam 2 golongan yaitu penduduk asli yunani dan
penduduk dari luar yunani atau biasa disebut bangsa biadab (barbar). masyarakat
yunani sudah mengenal ketentuan perwasitan (arbitrasi) dan diplomat yang tinggi
tingkat perkembangannya. Mereka juga menggunakan wakil-wakil dagang yang
melakukan banyak tugas yang sekarang disebut konsul. Akan tetapi, sumbangan
yang paling berharga dari yunani untuk hukum internasional ialah konsep hukum
alam yang secara mutlak berlaku dimana saj dan di Negara-negara mana saja dan
bearasal dari rasio atau akal manusia. Konsep hukam ala mini ialah kkonsep yang
telah dikembangkan oleh para ahli filsafat yang hidup pada abad II sebelum
masehi. Dari yunani, pelajaran hukum alam ini diteruskan ke roma dan romalah
yang memeperkenalkan ajaran hukum alam ini kepada dunia hingga saat ini.
Sebagaiman kita ketahui, pelajaran hukum ala mini telah memainkan peranan
penting dalam sejarah hukum internasional dan setelah terdesak beberapa waktu
oleh ajaran kaum positivist, mengalami kebangunan lagi setelah perang dunia
II.menurut golongan positivist,hukum yang mengatur hubungan antar Negara adalah
prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan sendiri. Dasar
hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara Negara-negara yang
diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internaasional.
Hukum internasional ini pula yang mengatur hubungan anatara kerajaan-kerajaan
tidak mengalami perkembangan yang pesat pada zaman romawi. Hal ini mungkin
mengherankan apabila diingat bahwa semasa kerajaan romawi telah dikenal suatu
system hukum yang tinggi tingkat perkembangannya. Tidak berkembangnya hukum
bangsa-bangsa yang mangatur hubungan antar bangsa-bangsa disebabkan oleh
masyarakat yang merupakan satu imperium yaitu imperium roma yang menguasai
seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan romawi. Walaupun demikian hukum
romawi ini sangat penting bagi perkembangan hukum internasional selanjutnya. Konsep
hukum romawi yang berasal dari hukum perdata kemudian memegang peranan penting
dalam hukum internasional ialah konsep seperti occupation,servitut,dan bona
fides. Juga asas pacta sunt servanda merupakan warisan kebudayaan romawi yang
berharga.
Menurut anggapan
anggapan umum selama abad pertangahan tidak dikenal satu system organisasi
masyarakat nasional yang terdiri dari Negara-negara merdeka, menurut berbagai
banyak penyelidikan yang terakhir anggapan tadi ternyata tidak seluruhnya
benar. Memang benar selama abad pertengehan dunia barat di kuasai oleh satu
system feudal yang berpuncak pada kaisar sedangkan kehidupan geraja berpuncak
pada paus sebagai kepala gereja katolik roma. Masyarakat eropa pada waktu itu
satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa Negara yang berdaulat dan
takhta suci. Masyarakat eropa inilah yang menjadi pewaris kebudayaan romawi dan
yunani.
ZAMAN EROPA BARAT
Perubahan-perubahan
besar terjadi pada abad kelima belas dan enam belas. Penemuan dunia baru, masa
pencerahan (renaissance) ilmu dan reformasi yang merupakan revolusi keagamaan
yang telah memporak-porandakan belenggu kesatuan politik dan rohani di eropa,
dan mengguncangkan fundamen-fundamen umat Kristen pada abad pertengahan.
teori-teori yang dikembangkan untuk menyongsong kondisi-kondisi baru itu
,secara intelektual, konsepsi-konsepsi sekuler mengenai Negara modern yang
berdaulat dan mengaenai kedaulatan modern independent secara tegas dijumpai
dalam karya bodin (1530-1596) seorang perancis, machivelli (1469-1527) seorang
italia, dan yang terakhir muncul pada tujuh belas, yaitu hobbes (1588-1679)
seorang inggris.
Dengan
bermunculannya Negara yang merdeka maka diawalilah,seperti pada awal masa
permulaan yunani,proses pembentukan kaidah-kaidah kebiasaan hukum internasional
dari adat istiadat dan praktek-praktek yang ditaati oleh Negara-negara tersebut
dalam hubungan mereka satu sama lain.maka dari itu di italia dengan banyaknya
Negara-negara kecil yang merdeka, yang mengadakan hubungan diplomatic dan
hubungan dengan dunia luar,berkembang sejumlah kaidah kebiasaan yang berkenaan
dengan perutusan-perutusan diplomatic, misalnya, tentang pengangkatan perutusan
dan tidak dapat diganggugugatnya perutusan-perutusan diplomatic.
Juga fakta
penting yaitu bawa para ahli hukum dari Abad kelima belas dan keenam belas
telah mulai memperhitungkan evolusi suatu masyarakat Negara-negara merdeka dan
berdaulat dan memikirkan serta menulis tentang berbagai macam persoalan hukum
bangsa-bangsa, meraka menyadari perlunya serangkaian kaidah guna mengatur
aspek-aspek tertentu hubungan-hubungan antar Negara-negara tersebut. Andaikata tidak terdapat
kaidah-kaidah kebiasaan yang tetap, maka para ahli hukum ini wajib menemukan
dan membuat prinsip-prinsip yang berlaku berdasarkan nalar dan analogi. Mereka
tidak hanya mengambil prinsip-prinsip hukum romawi untuk dijadikan pokok
bahasan kegiatan studi di eropa sejak penghujung abad kesebelas kedepan, akan
tetapi mereka pun telah menjelaskan preseden-preseden sejarah kuno, hukum
kanonik(cannon law) dan kosnep semi-teologis serta hukum alam (law of nature)
suatu konsep yang sejak berabad-abad lamanya memberikan pengaruh besar terhadap
hukum internasional. Di antara penulis-penulis pelopor itu yang telah
memberikan sumbangan-sumbangan penting terhadap ilmu pengetahuan hukum
bangsa-bangsa yang masih dalam taraf belia tersebut adalah vittoria (1480-1546)
ialah seorang professor,teologi universitas Salamanca, belli (1502-1575)
seorang italia,brunus (1491-1596) orang spanyol, ayala (1548-1584) seorang ahli
hukum keturunan spanyol, suarez (1548-1617) seorang Jesuit spanyol ternama, dan
gentilis 91552-1608) seorang italia yang menjadi professor hukkum sipil di
oxford, dan yang sering dipandang sebagai pelatak dasar sitematika hukum
bangsa-bangsa. Tulisan-tulisan para ahli hukum pelopor ini yang terpenting
adalah pengungkapan bahwa satu pokok perhatian hukum internasional pada abad
keenam belas adalah hukum perang antar Negara, dan dalam kaitan dengtan hal ini
perlu dicatat bahwa sejak abad kelima belas Negara-negara eropa telah mulai
menggunakan tentara tetap, suatu praktek yang tentu menyebabkan berkembangnya
adata istiadat dan praktek-praktek peperangan yang seragam.
Di samping
masyarakat eropa barat,pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar lain yang
termasuk lingkungan kebudayaan yang berlainan yaitu : kekaisaran Byzantium dan
dunia islam. Kekaisaran Byzantium yang pada waktu itu sedang dalam keadaan
menurun mempraktikkan diplomasi untuk mempertahankan supremasinya. Oleh sebab
itu, praktik diplomasi merupakan
sumbangan yang terpenting dari kebudayaan ini kepada perkembangan hukum
internasional. Sumbangan yang terpenting dari dunia islam dari abad pertengahan
terletak pada bidang hukum perang.
ZAMAN DUNIA ISLAM
Pada abad ketujuh dan kedelapan Masehi, kebangkitan
Islam melanda dunia. Pada masa kejayaan Negara Abasyiyah, Muawiyah, dan
Usmaniah yang diperintah oleh umat Islam telah berhasil meluaskan kekuasaannya
sampai ke Sisilia, Italia Selatan, Prancis dan Spanyol dan beberapa daratan
Eropa lainnya. Namun, ada kesalahan persepsi karena tak pernah diungkap oleh
sejarawan Muslim adalah mengenai kepemimpinan Arab yang dianggap telah
menyerang dunia Katholik, terutama pada masa perluasan wilayah sampai ke
daratan Eropa. Perlu diluruskan bahwa walaupun ada operasi penaklukan,
sebenarnya itu adalah inisiatif perorangan, tidak mencerminkan politik luar
negeri secara keseluruhan. Tidak banyak terungkapkan tentang kontribusi Islam
dalam praktek hukum intemasional pada masa silam, khususnya pada masa kejayaan
negara-negara Islam, nampaknya karena lemahnya publikasi terutama oleh para
sejarawan Muslim. Hamed A. Rabie (1981), seorang yang menulis “Islam and
International Forces ” mengemukakan bahwa segala peristiwa penting yang terjadi
sampai akhir abad 3 Hijrah – termasuk periode Harun Al-Rasyid – tidak mendapat
tempat sama sekali dan tidak ditemukan bukti-bukti yang menunjukkan pemahaman
dan persepsi politik yang membentuk pemikiran tentang kepemimpinan Islam. la
pun mempertanyakan, apakah masuk akal suatu imperium yang mempunyai wilayah
demikian luas tidak mempunyai konsep politik apa pun untuk hakikat dan
segi-segi interaksi dengan dunia luar? la mencontohkan sebuah tulisan yang tak
kurang pentingnya berjudul “Themes of Islamic Civilization ” (Tema-tema
Peradaban Islam) yang ditulis oleh Alden Williams ternyata meninggalkan segala
segi yang berhubungan dengan persepsi Islam terhadap dunia luar. Lebih lanjut,
Hamed A. Rabie mengakui bahwa masalah hukum internasional dalam Islam belum
merupakan obyek studi sampai sekarang. Menurutnya, ada dua fenomena yang perlu
mendapat perhatian:
Pertama,
fenomena umum tulisan hasil karya Barat tentang sejarah hukum internasional
pada abad pertengahan dengan sikap melupakan peranan yang pernah dimainkan oleh
peradaban Islam dalam membina tradisi hukum internasional. Pada masa ini,
konsep umum hukum internasional adalah konsep Yahudi. Katholik dan Islam tidak
memiliki persepsi sendiri.
Kedua,
apabila menyelidiki tulisan-tulisan yang bernafaskan Islam, sekarang maupun
terdahulu, tidak terdapat perhatian sungguh-sungguh terhadap dunia luar. Sesungguhnya,
di negara-negara Islam tempo dulu banyak sarjana politik Islam yang telah
menghasilkan karya-karya besar, seperti:
1) Al Farabi dari Transoxania (sekarang, Turkemania),
yang hidup pads 260-339 H atau 870-950 M, seorang filsuf dan politikus terkenal
dengan teorinya “Madinatu’l Fadilah” yang diterjemahkan menjadi Negara Utama
(Model State).
2) Ibnu Sina (dalam tulisan Barat
dikenal Avicenna) dan Belch (sekarang Afganistan), hidup pads 370-428 H atau
sama dengan 980-1037 M, seorang dokter politikus, terkenal dengan teorinya
“Siyasatu `rrajul” yang diterjemahkan menjadi Negara Sosialis (Socialistic
State).
3) Imam Al Gazali dari Thus, Persia
(sekarang, Iran), yang hidup pada 450-505 H atau 1058-1111, seorang
sufi-politikus. la terkenal dengan teorinya “Siyasat ul Akhlaq ” yang terkenal
dinamakan Negara Akhlak (Ethical State).
4) Ibnu Rusjd (dalam tulisan barat
dikenalAverroes) dari Cordova, Andalusia (sekarang, Spanyol), yang hidup pada
520-595 H atau sama dengan 1126-1198 M, seorang hakim-politikus, terkenal
dengan teorinya “Al Jumhuriyah wa’I Ahkam “, yang secara populer dinamakan pula
“Negara Demokrasi” (Democtratic State).
5) Ibnu Kaldun dari Tunis (sekarang,
Tunisia), yang hidup pada 732-808 H atau sama dengan 1332-1406 M, seorang
sosiolog¬politikus yang terkenal dengan teorinya “Al Ashabiyah wa’1¬Igtidad ”
yang lebih populer dengan “Negara Persemakmuran” (Welfare State).
Teori yang paling terkenal yang ada kaitannya dengan topik bahasan/ studi hukum internasional dari kelima teori tersebut adalah “Madinatu’1 Fadilah” yang ditulis oleh Al Farabi.
Teori yang paling terkenal yang ada kaitannya dengan topik bahasan/ studi hukum internasional dari kelima teori tersebut adalah “Madinatu’1 Fadilah” yang ditulis oleh Al Farabi.
Dalam buku tersebut Al Farabi membagi
tingkat-tingkat masyarakat manusia yang berbentuk negara atas tiga tingkatan
sbb.:
a.Kamilah Sugra (Masyarakat Kecil atau Negara
Nasional)
b.Kamilah Wusta (Masyarakat Tengah atau Persekutuan Regional)
c.Kamilah Uzma (Masyarakat Besar atau Negara Internasional)
b.Kamilah Wusta (Masyarakat Tengah atau Persekutuan Regional)
c.Kamilah Uzma (Masyarakat Besar atau Negara Internasional)
Namun
Al-Farabi tidak secara rinci menjelaskan konsepsi dari tiga tingkatan bentuk
negara. la hanya menyebut satu istilah untuk mayarakat kota yang sempuma dan
diakui sudah berhak menj adi negara yang disebut “Madinah Kamilah”.
Bertolak dari pemikiran Hamed A.Rabie ini, nampaknya
ada kesalahan dalam menyajikan sejarah hukum internasional, terlepas apakah
disengaja maupun tidak. Sebagai ilustrasi, di kalangan para ilmuwan dan para
penulis Barat maupun mahasiswa di bidang studi hukum internasional telah
dikenal bahwa St. Thomas Aquino (1226¬1274) dianggap telah memberi garis-garis
besar (basic principles) bagi Negara Dunia. Bahkan dalam buku “Indonesia dan
Hubungan Antarbangsa” yang ditulis oleh Sumarsono Mestoko (1985) dikemukakan
bahwa Santo Thomas Aquinas adalah pelopor dalam hubungan dan hukum
internasional. Padahal apabila mengungkap sejarah, ternyata St. Thomas Aquinas
adalah murid yang setia dari Al Farabi dan pengikut dalam Aristotelianisme yang
dihimpunkan oleh Al Farabi. Dengan demikian, tidak mengherankan bahwa teori
negara dunia yang dikemukakan oleh para ahli kemudian adalah berasal dari faham
Kamilah ‘Uzma Al Farabi.Sebagai seorang filsuf-politikus muslim, Al Farabi
tentunya mengembangkan teorinya didasari oleh ajaran-ajaran Islam yang ada
dalam Al Qur’ an.
Di
dalam Kitab Suci ini telah dikemukakan 5 prinsip hidup dalam lingkungan
masyarakat internasional, yakni:
1) Tentang asal kejadian manusia dari kejadian yang
lama (Cre¬ation of mankind from the same couple) yang tertera dalam QS An Nisa
ayat 1 dan QS Al Hujarat ayat 13.
2) Seluruh umat manusia adalah umat yang satu (Mankind
is one community) yang tertera dalam QS Al Baqarah ayat 213 dan QS Yunus ayat
20.
3) Panggilan Islam untuk seluruh manusia (Islam s
universal call) yang diterangkan dalam QS Yusuf ayat 104, QS Takwir ayat 27, QS
As Saba ayat 28, dan QS Al Anbiya ayat 107.
4) Tentang perbedaan kulit dan bahasa (Difference of
color and language) yang diuraikan dalam QS Ar Rum ayat 22 dan QS Al Hujarat
ayat 13.
5) Perintah hidup berlapang dada (Toleration par
excellence) yang dijelaskan dalam QS Al Baqarah ayat 62 dan QS Al Maidah ayat
69.
PERJANJIAN WESTPHALIA
Perdamaian
Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalm sejarah hukum I ternasional
modern. Bahkan dianggap sebagai peristiwa yang meletakkan dasar masyarakat
internasional modern yang didasarkan atas Negara-negara nasional. Karena dengan
perdamaian Westphalia telah mencapai beberapa hal sebagai berikut:
a)
Selain mengakhiri perang selama tiga puluh tahun, perjanjian
Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah
terjadi karena perang di eropa itu.
b)
Perjanjian perdamaian itu mengakhiri untuk selama-lamanya usaha
kaisar romawi yang suci untuk menegakkan kembali imperium roma suci.
c)
Hubungan antar Negara-negara dilepaskan dari persoalan
kegerajaan dan didasarkan kepentingan nasional Negara itu masing-masing
d)
Kemerdekaan Negara Nederland, swiss dan Negara-negara kecil di
jerman diakui dalam perjanjian Westphalia itu.
Dengan demikian, perjanjian Westphalia telah meletakkan suatu
dasar bagi susunan masyarakat internasional yang baru, baik mengenai bentuknya
yaitu didasarkan atas Negara-negara nasional dan bukan berdasarkan kerajaan
maupun mengenai hakkikat Negara-negara itu dan pemerintahannya yakni pemisahan
kekuasaan Negara dan pemerinta serta pengaruh keagamaan.
Ciri-ciri pokok yang membedakan organisasi atau susuna
masyarakat internasional yang baru ini yang bersal dari masyarakat Kristen
eropa pada abad pertengahan yang didasarkan atas system feodalisme adalah
sebagai berikut :
1)
Negara merupakan satuan territorial yang berdaulat
2)
Hubungan nasional satu sama lain
didasarkan pada kemerdekaan dan persamaan derajat
3)
Masyarakat Negara tidak
mengakui kekuasaan diatas meraka seprti kekaisaran pada abad pertengahan dan
paus sebagai kepala gereja
4)
Hubungan antar Negara berdasarkan hukum yang banyak mengambil
oper pengertian lembaga hukum perdata hukum romawi
5)
Negara mengakui addanya hukum internasional sebagai hukum yang
mengatur hubungan antar Negara, tetapi menekankan peranan yang besar yang
dimainkan Negara dalam kepatuhan terhadap hukum ini
6)
Tidak adanya mahkamah dan kekuatan polisi internasional untuk
memaksakan ditaatinya ketentuan hukum internasional
7)
Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi
keagamaan beralih dari anggapan menganai doktrin belum justum sebagai ajaran
perang suci kearah ajaran yang menganggap perang sebagai salah satu cara
penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan sengketa untuk mencapai tujuan
kepentingan nasional
Dasar-dasar yang diletakkan dalam perjanjian Westphalia di atas
diperteguh lagi dalam perjanjian Utrecht, yang paling penting artinya dilihat
dari sudut pandang politik internasional
pada waktu itu karena menerima asas keseimbangan kekuatan sebagai asas politik
internasional.
PARA PENULIS HUKUM INTERNASIONAL
Pada umumnya yang diakui menjadi pelopor terbesar mengenai hukum
internasional adalah seorang sarjana, ahli hukum dan diplomat belanda, Grotius
(1583-1645), dengan karangan yang sistematis mengenai hukum internasional de
jure belli ac pacis (hukum perang dan damai) yang untuk pertam kalinya muncul
pada tahun 1625. Dengan mempertimbangkan karangannya inilah, Grotius terkadang
dipandang sebagai “bapak hukum bangsa-bangsa”, meskipun hal tersebut dianggap
tidak benar oleh beberapa pihak dengan alasan bahwa dia terbukti telah
mengambil ide dari tulisan gentilis dan seiring dengan waktu ia mengkuti
penulis seperti belli,ayala dan lain-lain yang telah disebutkan sebelumnya,
baik gentilis dan Grotius banyak dipengaruhi oleh penulis-penulis sebelumnya.
Tidak bisa dikatakan bahwa dalam de jure belli ac pacis akan
dapat ditemukan keseluruhan hukum internasional yang da pada tahun 1625.
Misalnya, tidak dapat dikatakan bahwa Grotius sepenuhnya menguraikan hukum dan
praktek pada masanya yang berkenaan dengan traktat serta ulasan-ulasan mengenai
kaidah-kaidah dan adat istiadat perang secara komprehensif. Disamping itu, de
jure belli ac pacis tidak sepenuhnyab atau secara eksklusif merupakan karangan
treatif mengenai hukum internasional karena memuat sejumlah sejumlah topic
besar ilmu hukum dan menyinggung persoalan-persoalan teologi atau masalah
filsafat. Kelebihan history Grotius lebih banyak terletak pada daya tarik
inspirsionalnya yang berkelanjutan sebagai pencipta kerangka awal yang cukup
komprhensif mengenai ilmu hukum internasional.
Grotius tetap mempunyai pengaruh terhadap hukum internasional
dan terhadap ahli-ahli hukum internasional meskipun derajat pengaruh ini
mengalammi fluktuasi pada periode tertenttu serta pengaruh aktualnnya terhadap
praktek Negara-negara tidak pernah sebesar seperti yang umumnya dikemukakan.
Walaupun mungkin keliru mengatakan bahwa pandangan Grotius telah dianggap
memiliki otoritas yang memaksa, yang sering menjadi bahan kritikan namun karya
utamanya de jure belli ac pacis masih tetap di pakai sebagai salah satu acuan
dan karya yang mempunyai otoritas dalam keputusan pengadilan serta dalam
buku-buku standar dari penulis ternama di masa selanjutnya. Demikian pula
beberapa doktrin Grotius telah terukir dan tersirat dalam karakter hukum
internasional modern yaitu pembedaan antaraperang yang adil dan yang tak adil,
pengakuan atas hak dan kebebasan individu, doktrin netralitas terbatas,gagasan
tentang perdamaian, dan nilai dari konfrensi-konfrensi periodic antara penguasa
Negara. Dan tidak boleh dilupakan bahwa selama tiga abad Grotius dianggap
sebagai pencetus standar history dari doktrin tentang kebebasan dilaut berdasar
atas tulisannya mare liberum, yang diterbitkan pada tahun 1609.
Penulis terkemuka dari abad ketujuh belas dan kedelapan belas
yang menyusul kemunculan risalah Grotius adalah zouche (1590-1660) professor
hukum sipil di oxford seperti halnya gentilis dan hakim mahkamah pelayaran (admiral judge), pufendorf (1632-1694)
professor di universitas Heidelberg, kemudian bynkershoek (1673-1743) seorang
ahli hukum belanda, wolff (1679-1754) seorang ahli hukum dan filsafat jerman
yang menyusun suatu metodologi hukum internasional daan hukum alam yang asli
dan sistematis, moser (1701-1795)
seorang professor hukum jerman, von martens (17556-1821) yang juga seorang
professor hukum jerman, serta vattel (1714-1767) seorang ahli hukum dan
diplomat swiss yang mendapat pengaruh besar dalam tulisan wolff dan dari
ketujuh orang yang disebutkan tadi barangkali dialah yang terbukti berpengaruh
besar dan mendapatkan penerimaan yang luas bahkan lebih besar dari Grotius.
Dalam abad kedelapan belas ada kecenderungan perkembangan diantara para ahli
hukum untuk lebih mengemukakan kaidah-kaidah hukum internasional terutama dalam
bentuk kebiasaan dan traktat serta mengurangi sedikit mungkit kedudukan “hukum
alam” atau nalar sebagai sumber dari prinsip-prinsip tersebut. Kecendrungan ini
secara jelas, misalnya, tampak dalam tullisan bynkershoek dan secara tegas
dijumpai khususnya dalam karya-karya moser dan von martens. Namun terdapat para
ahli hukum yang pada waktu yang bersamaan berpegang teguh pada tradisi hukum
alam baik secara keseluruhan ataupun secara sedikit penekanan pada kebiasaan
dan traktat-traktat sebagai unsure hukum internasional. Berbeda dengan penganut
kuat hukum alam ini, para penulis sperti bynkershoek yang meletakkan bobot
utama atau lebih besar pada kaidah kebiasaan dan traktat disebut sebagai “hukum
positivist”
Pada abad kesembilan belas hukum internasional berkembang lebih
jauh lagi. Hal ini dikarenakan sejumlah faktor yang memungkinkan lebih tepat
dimasukkan kedalam lingkup studi kesejarahan, misalnya kebangitan Negara-negara
baru yang kuat baik di dalam maupun diluar lingkungan eropa, ekspansi peradaban
eropa ke wilayah-wilayah di luar benu, modernisasi saran angkutan dunia,
penghancuran yang dahsyat akibat peperangan modern dan pengaruh penemuan baru.
Semua faktor ini menimbulkan kebutuhan yang mendesak pada masyarakat
internasional Negara – Negara untuk
memiliki suatu kaidah yang dapat mengatur secara tegas segala tindakan yang
berhubungan dengan hubungan antar Negara. Adapun perkembangan besar selama abad
ini dalam hal hukum perang dan netralitas serta perkembangan besar dalam
penyelesaian perkara-perkara oleh pengadilan arbitrasi internasional menyusul
Alabama calims award tahun 1872 yang memberikan suatu kaidah dan prinsip penting.
Disamping itu, Negara-negara mulai terbiasa melakukan perundingan mengenai
traktat umum untuk mengatur hubungan timbal balik mereka. Demikian pula abad
kesembilan belas tidak kekurangan penulis-penulis tentang hukum internasional.
Karya-karya para ahli hukum yang berasal dari berbagai Negara telah meberikan
sumbangan besar terhadap pembahasan subyek ilmu pengetahuan ini, diantaranya
adalah kent dan wheaton seorang amerika, de martens orang rusia, kluber dan
bluntschii orang jerman, philimore dan hall orang inggris, calvo orang
argetina, fiore orang italia, pradier-fodere orang prancis. Kecendrungan umumnya
dari para penulis ini adalah memusatkan perhatian kepada praktek yang berlaku
dan menyampingkan konsep “hukum alam” meskipun tidak melepaskan kiblat kepada
nalar dan keadilan dimana dalam hal tidak adanya kaidah-kaidah kebiasaan atau
traktat meraka tidak segan-segan memikirkan mengenai apa yang seharusnya
menjadi hukum.
Perkembangan penting lainnya berlangsung pada abad kedua puluh.
Permanent court of arbitration berhasil dibentuk oleh konferensi the hague
tahun 1899 dan 1907. Pada tahun 1921 dibentuk permanent court of international
justice sebagaipengadilan yudisial internasional yang punya otoritas an pada
tahun 1946 digantikan oleh international court of justice sampai sekarang ini.
Selanjutnya telah dibentuk organisasi-organisasi international permanen yang
fungsinya dalam kenyataan menjadi semacam pemerintahan dunia untuk kepentingan
perdamaian dan kesejahteraan umat manusia seperti liga bangsa-bangsa dan
penggantinya sekarang ini-persiktan bangsa-bangsa,organisasi buruh
internasional (international labour organization-ILO) organisasi pernerbangan
sipil internasional (international civilaviation organization-ICAO) dan
lain-lain. Dan baangkali yang sangat penting dari semua itu adalah perluasan
ruang lingkup internasional yang mencakup traktat-traktat dan konvensi
multilateral tidak hanya untuk setiap macam kepentingan ekonomi dan social yang
berpengaruh terhadap Negara-negara, tetapi juga hak-hak dan kebebasan-kebasan
fundamental umat manusia sebagai individu.
KESIMPULAN :
Perkembangan diatas mendahului apa yang kemudian
terjadi dan dapat dikatakan mencirikan tahap ketiga dalam pertumbuhan
masyarakat internasional yakni emansipasi politik Negara-negara terjajah
kedalam masyarakat internasional sebagai Negara-negara yang merdeka dan sama
derajatnya. Proses ini yang telah dimulai sejak berakhirnya perang dunia 1
dipercepat dan mencapai puncaknya setelah perang dunia 2 berakhir. Telah kita
lihat betapa pentingnya emansipasinya atau rehabilitasi bangsa” didunia ini
bagi terwujudnya masyarakat internasional yang benar-benar unirversal.
No comments:
Post a Comment