Saturday, January 12, 2013

SEJARAH HUKUM INTERNASIONAL DAN PERKEMBANGANNYA


SEJARAH HUKUM INTERNASIONAL DAN PERKEMBANGANNYA

                Apabila hukum internasional kita ambil dalam arti luas yaitu termassuk pengertian hukum bangsa-bangsa,dapat dikatakan sejarah hukum internassional telah tua sekali. Sebaliknya,apabila kita gunakan istilah ini dalam arti sempit yakni hukum yang terutama mengatur hubungan antara bangsa-bangsa ,hukum internasional baru berumur beberapa ratus tahun.
            Hukum internasional modern sebaagai suatu system hukum yang mengatur hubungan antara Negara-negara,lahir dengan kelahiran masyarakat internasional yang didasarkan atas antar bangsa-bangsa. Sebagai titik saat lahir Negara-negara nasional yang modern biasanya diambil saat ditandatanganinya perjanjian Westphalia yang mengakhiri perang tiga puluh tahun di eropa.
            Akan tetapi,sebelum kita menguraikan sejarah hukum Internasional modern,marilah kita kembali ke zaman dahulu kala dan dimana saaja sudah terdapat ketentuan yang mengatur hubungan antara raja-raja atau bangsa-bangsa.

ZAMAN INDIA KUNO

            Dalam lingkungan kebudayaan india kuno telah terdapat kaidah dan lembaga-lembaga yang mengatur hubungan antar kasta,suku-suku bangsa dan raja-raja.menurut penelitian yang diadakan oleh bannerjce pada masa beberapa abad sebelum masehi, kerajaan-kerajaan india sudah mengatur hubungan satu sama lain oleh adanya kebiassaan.adat kebiasaan yang mengatur hubungan para raja-raja di india disebut desa dharma.salah seorang pujangga yang terkenal pada waktu itu ialah kautilya atau chanakya yang merut perkiraan adalah penulis buku artha sastra.
            Gautamasutra yang berasal dari abad VI sebelum masehi dan merupakan salah satu karya dibidang hukum yang tertua telah menyebutkan tentang hukum kerajaan disamping hukum kasta dan hukum keluarga.buku undang-undang manu abad kelima sesudah masehi  juga menyebutkan tentang hukum kerajaan. Hukum yang mengatur hubungan antar raja-raja pada waktu itu tidak dapat disamakan dengan hukum internassional zaman sekarang karena belum ada pemisahan agama dan soal kemasyarakatan dan Negara. Namun,tulisan-tulisan pada waktu itu menunjukkan adanya kaidah-kaidah dan aturan-aturan yang mengatur hubungan antara raja-raja dan kerajaan demikian.hukum bangsa-bangsa pada zaman india kuno sudah mengenal ketentuan yang mengatur kedudukan dan hak istimewa diplomat atau utusan raja yang dinamakan duta.juga sudah terdapat kententuan yang mengatur perjanjian(treatis),hak dan kewajiban raja,tetapi ketentuan yang agak jelas terutama terdapat bertalian degan hukum yang mengatur perang.hukum india kuno misalnya sudah mengadakan perbedaan yang tegass antara combatant dan noncombatant.jugan ketentuan mengenai perlakuan tawanan perang dan cara melakukan perang sudah diatur dengan jelas.bagaimanapun juga melihat bukti-bukti yang telah ditemukan oleh para sarjana dapatlah dikatakan bahwa di india kuno telah da semacam hukum yang dapat dinamakan hukum bangsa-bangsa.

ZAMAN YUNANI

            Lingkungan kebudayaan yang juga sudah mengenal aturan yang mengatur berbagai kumpulan manusia ialah lingkungan kebudayaan yunani yang sebagaimana kita ketehaui yunani hidup dalam berbagai Negara-negara kota.menurut hukum Negara-negara kota ini,penduduk digolongkan dalam 2 golongan yaitu penduduk asli yunani dan penduduk dari luar yunani atau biasa disebut bangsa biadab (barbar). masyarakat yunani sudah mengenal ketentuan perwasitan (arbitrasi) dan diplomat yang tinggi tingkat perkembangannya. Mereka juga menggunakan wakil-wakil dagang yang melakukan banyak tugas yang sekarang disebut konsul. Akan tetapi, sumbangan yang paling berharga dari yunani untuk hukum internasional ialah konsep hukum alam yang secara mutlak berlaku dimana saj dan di Negara-negara mana saja dan bearasal dari rasio atau akal manusia. Konsep hukam ala mini ialah kkonsep yang telah dikembangkan oleh para ahli filsafat yang hidup pada abad II sebelum masehi. Dari yunani, pelajaran hukum alam ini diteruskan ke roma dan romalah yang memeperkenalkan ajaran hukum alam ini kepada dunia hingga saat ini. Sebagaiman kita ketahui, pelajaran hukum ala mini telah memainkan peranan penting dalam sejarah hukum internasional dan setelah terdesak beberapa waktu oleh ajaran kaum positivist, mengalami kebangunan lagi setelah perang dunia II.menurut golongan positivist,hukum yang mengatur hubungan antar Negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara Negara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internaasional. Hukum internasional ini pula yang mengatur hubungan anatara kerajaan-kerajaan tidak mengalami perkembangan yang pesat pada zaman romawi. Hal ini mungkin mengherankan apabila diingat bahwa semasa kerajaan romawi telah dikenal suatu system hukum yang tinggi tingkat perkembangannya. Tidak berkembangnya hukum bangsa-bangsa yang mangatur hubungan antar bangsa-bangsa disebabkan oleh masyarakat yang merupakan satu imperium yaitu imperium roma yang menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan romawi. Walaupun demikian hukum romawi ini sangat penting bagi perkembangan hukum internasional selanjutnya. Konsep hukum romawi yang berasal dari hukum perdata kemudian memegang peranan penting dalam hukum internasional ialah konsep seperti occupation,servitut,dan bona fides. Juga asas pacta sunt servanda merupakan warisan kebudayaan romawi yang berharga.
            Menurut anggapan anggapan umum selama abad pertangahan tidak dikenal satu system organisasi masyarakat nasional yang terdiri dari Negara-negara merdeka, menurut berbagai banyak penyelidikan yang terakhir anggapan tadi ternyata tidak seluruhnya benar. Memang benar selama abad pertengehan dunia barat di kuasai oleh satu system feudal yang berpuncak pada kaisar sedangkan kehidupan geraja berpuncak pada paus sebagai kepala gereja katolik roma. Masyarakat eropa pada waktu itu satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa Negara yang berdaulat dan takhta suci. Masyarakat eropa inilah yang menjadi pewaris kebudayaan romawi dan yunani.

ZAMAN EROPA BARAT

            Perubahan-perubahan besar terjadi pada abad kelima belas dan enam belas. Penemuan dunia baru, masa pencerahan (renaissance) ilmu dan reformasi yang merupakan revolusi keagamaan yang telah memporak-porandakan belenggu kesatuan politik dan rohani di eropa, dan mengguncangkan fundamen-fundamen umat Kristen pada abad pertengahan. teori-teori yang dikembangkan untuk menyongsong kondisi-kondisi baru itu ,secara intelektual, konsepsi-konsepsi sekuler mengenai Negara modern yang berdaulat dan mengaenai kedaulatan modern independent secara tegas dijumpai dalam karya bodin (1530-1596) seorang perancis, machivelli (1469-1527) seorang italia, dan yang terakhir muncul pada tujuh belas, yaitu hobbes (1588-1679) seorang inggris.
            Dengan bermunculannya Negara yang merdeka maka diawalilah,seperti pada awal masa permulaan yunani,proses pembentukan kaidah-kaidah kebiasaan hukum internasional dari adat istiadat dan praktek-praktek yang ditaati oleh Negara-negara tersebut dalam hubungan mereka satu sama lain.maka dari itu di italia dengan banyaknya Negara-negara kecil yang merdeka, yang mengadakan hubungan diplomatic dan hubungan dengan dunia luar,berkembang sejumlah kaidah kebiasaan yang berkenaan dengan perutusan-perutusan diplomatic, misalnya, tentang pengangkatan perutusan dan tidak dapat diganggugugatnya perutusan-perutusan diplomatic.
            Juga fakta penting yaitu bawa para ahli hukum dari Abad kelima belas dan keenam belas telah mulai memperhitungkan evolusi suatu masyarakat Negara-negara merdeka dan berdaulat dan memikirkan serta menulis tentang berbagai macam persoalan hukum bangsa-bangsa, meraka menyadari perlunya serangkaian kaidah guna mengatur aspek-aspek tertentu hubungan-hubungan antar Negara-negara  tersebut. Andaikata tidak terdapat kaidah-kaidah kebiasaan yang tetap, maka para ahli hukum ini wajib menemukan dan membuat prinsip-prinsip yang berlaku berdasarkan nalar dan analogi. Mereka tidak hanya mengambil prinsip-prinsip hukum romawi untuk dijadikan pokok bahasan kegiatan studi di eropa sejak penghujung abad kesebelas kedepan, akan tetapi mereka pun telah menjelaskan preseden-preseden sejarah kuno, hukum kanonik(cannon law) dan kosnep semi-teologis serta hukum alam (law of nature) suatu konsep yang sejak berabad-abad lamanya memberikan pengaruh besar terhadap hukum internasional. Di antara penulis-penulis pelopor itu yang telah memberikan sumbangan-sumbangan penting terhadap ilmu pengetahuan hukum bangsa-bangsa yang masih dalam taraf belia tersebut adalah vittoria (1480-1546) ialah seorang professor,teologi universitas Salamanca, belli (1502-1575) seorang italia,brunus (1491-1596) orang spanyol, ayala (1548-1584) seorang ahli hukum keturunan spanyol, suarez (1548-1617) seorang Jesuit spanyol ternama, dan gentilis 91552-1608) seorang italia yang menjadi professor hukkum sipil di oxford, dan yang sering dipandang sebagai pelatak dasar sitematika hukum bangsa-bangsa. Tulisan-tulisan para ahli hukum pelopor ini yang terpenting adalah pengungkapan bahwa satu pokok perhatian hukum internasional pada abad keenam belas adalah hukum perang antar Negara, dan dalam kaitan dengtan hal ini perlu dicatat bahwa sejak abad kelima belas Negara-negara eropa telah mulai menggunakan tentara tetap, suatu praktek yang tentu menyebabkan berkembangnya adata istiadat dan praktek-praktek peperangan yang seragam.
            Di samping masyarakat eropa barat,pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar lain yang termasuk lingkungan kebudayaan yang berlainan yaitu : kekaisaran Byzantium dan dunia islam. Kekaisaran Byzantium yang pada waktu itu sedang dalam keadaan menurun mempraktikkan diplomasi untuk mempertahankan supremasinya. Oleh sebab itu, praktik diplomasi merupakan  sumbangan yang terpenting dari kebudayaan ini kepada perkembangan hukum internasional. Sumbangan yang terpenting dari dunia islam dari abad pertengahan terletak pada bidang hukum perang.

ZAMAN DUNIA ISLAM     

Pada abad ketujuh dan kedelapan Masehi, kebangkitan Islam melanda dunia. Pada masa kejayaan Negara Abasyiyah, Muawiyah, dan Usmaniah yang diperintah oleh umat Islam telah berhasil meluaskan kekuasaannya sampai ke Sisilia, Italia Selatan, Prancis dan Spanyol dan beberapa daratan Eropa lainnya. Namun, ada kesalahan persepsi karena tak pernah diungkap oleh sejarawan Muslim adalah mengenai kepemimpinan Arab yang dianggap telah menyerang dunia Katholik, terutama pada masa perluasan wilayah sampai ke daratan Eropa. Perlu diluruskan bahwa walaupun ada operasi penaklukan, sebenarnya itu adalah inisiatif perorangan, tidak mencerminkan politik luar negeri secara keseluruhan. Tidak banyak terungkapkan tentang kontribusi Islam dalam praktek hukum intemasional pada masa silam, khususnya pada masa kejayaan negara-negara Islam, nampaknya karena lemahnya publikasi terutama oleh para sejarawan Muslim. Hamed A. Rabie (1981), seorang yang menulis “Islam and International Forces ” mengemukakan bahwa segala peristiwa penting yang terjadi sampai akhir abad 3 Hijrah – termasuk periode Harun Al-Rasyid – tidak mendapat tempat sama sekali dan tidak ditemukan bukti-bukti yang menunjukkan pemahaman dan persepsi politik yang membentuk pemikiran tentang kepemimpinan Islam. la pun mempertanyakan, apakah masuk akal suatu imperium yang mempunyai wilayah demikian luas tidak mempunyai konsep politik apa pun untuk hakikat dan segi-segi interaksi dengan dunia luar? la mencontohkan sebuah tulisan yang tak kurang pentingnya berjudul “Themes of Islamic Civilization ” (Tema-tema Peradaban Islam) yang ditulis oleh Alden Williams ternyata meninggalkan segala segi yang berhubungan dengan persepsi Islam terhadap dunia luar. Lebih lanjut, Hamed A. Rabie mengakui bahwa masalah hukum internasional dalam Islam belum merupakan obyek studi sampai sekarang. Menurutnya, ada dua fenomena yang perlu mendapat perhatian:
Pertama, fenomena umum tulisan hasil karya Barat tentang sejarah hukum internasional pada abad pertengahan dengan sikap melupakan peranan yang pernah dimainkan oleh peradaban Islam dalam membina tradisi hukum internasional. Pada masa ini, konsep umum hukum internasional adalah konsep Yahudi. Katholik dan Islam tidak memiliki persepsi sendiri.
Kedua, apabila menyelidiki tulisan-tulisan yang bernafaskan Islam, sekarang maupun terdahulu, tidak terdapat perhatian sungguh-sungguh terhadap dunia luar. Sesungguhnya, di negara-negara Islam tempo dulu banyak sarjana politik Islam yang telah menghasilkan karya-karya besar, seperti:

1) Al Farabi dari Transoxania (sekarang, Turkemania), yang hidup pads 260-339 H atau 870-950 M, seorang filsuf dan politikus terkenal dengan teorinya “Madinatu’l Fadilah” yang diterjemahkan menjadi Negara Utama (Model State).
2) Ibnu Sina (dalam tulisan Barat dikenal Avicenna) dan Belch (sekarang Afganistan), hidup pads 370-428 H atau sama dengan 980-1037 M, seorang dokter politikus, terkenal dengan teorinya “Siyasatu `rrajul” yang diterjemahkan menjadi Negara Sosialis (Socialistic State).
3) Imam Al Gazali dari Thus, Persia (sekarang, Iran), yang hidup pada 450-505 H atau 1058-1111, seorang sufi-politikus. la terkenal dengan teorinya “Siyasat ul Akhlaq ” yang terkenal dinamakan Negara Akhlak (Ethical State).
4) Ibnu Rusjd (dalam tulisan barat dikenalAverroes) dari Cordova, Andalusia (sekarang, Spanyol), yang hidup pada 520-595 H atau sama dengan 1126-1198 M, seorang hakim-politikus, terkenal dengan teorinya “Al Jumhuriyah wa’I Ahkam “, yang secara populer dinamakan pula “Negara Demokrasi” (Democtratic State).
5) Ibnu Kaldun dari Tunis (sekarang, Tunisia), yang hidup pada 732-808 H atau sama dengan 1332-1406 M, seorang sosiolog¬politikus yang terkenal dengan teorinya “Al Ashabiyah wa’1¬Igtidad ” yang lebih populer dengan “Negara Persemakmuran” (Welfare State).
Teori yang paling terkenal yang ada kaitannya dengan topik bahasan/ studi hukum internasional dari kelima teori tersebut adalah “Madinatu’1 Fadilah” yang ditulis oleh Al Farabi.
Dalam buku tersebut Al Farabi membagi tingkat-tingkat masyarakat manusia yang berbentuk negara atas tiga tingkatan sbb.:
a.Kamilah Sugra (Masyarakat Kecil atau Negara Nasional)
b.Kamilah Wusta (Masyarakat Tengah atau Persekutuan Regional)
c.Kamilah Uzma (Masyarakat Besar atau Negara Internasional)
Namun Al-Farabi tidak secara rinci menjelaskan konsepsi dari tiga tingkatan bentuk negara. la hanya menyebut satu istilah untuk mayarakat kota yang sempuma dan diakui sudah berhak menj adi negara yang disebut “Madinah Kamilah”.
Bertolak dari pemikiran Hamed A.Rabie ini, nampaknya ada kesalahan dalam menyajikan sejarah hukum internasional, terlepas apakah disengaja maupun tidak. Sebagai ilustrasi, di kalangan para ilmuwan dan para penulis Barat maupun mahasiswa di bidang studi hukum internasional telah dikenal bahwa St. Thomas Aquino (1226¬1274) dianggap telah memberi garis-garis besar (basic principles) bagi Negara Dunia. Bahkan dalam buku “Indonesia dan Hubungan Antarbangsa” yang ditulis oleh Sumarsono Mestoko (1985) dikemukakan bahwa Santo Thomas Aquinas adalah pelopor dalam hubungan dan hukum internasional. Padahal apabila mengungkap sejarah, ternyata St. Thomas Aquinas adalah murid yang setia dari Al Farabi dan pengikut dalam Aristotelianisme yang dihimpunkan oleh Al Farabi. Dengan demikian, tidak mengherankan bahwa teori negara dunia yang dikemukakan oleh para ahli kemudian adalah berasal dari faham Kamilah ‘Uzma Al Farabi.Sebagai seorang filsuf-politikus muslim, Al Farabi tentunya mengembangkan teorinya didasari oleh ajaran-ajaran Islam yang ada dalam Al Qur’ an.
Di dalam Kitab Suci ini telah dikemukakan 5 prinsip hidup dalam lingkungan masyarakat internasional, yakni:
1) Tentang asal kejadian manusia dari kejadian yang lama (Cre¬ation of mankind from the same couple) yang tertera dalam QS An Nisa ayat 1 dan QS Al Hujarat ayat 13.
2) Seluruh umat manusia adalah umat yang satu (Mankind is one community) yang tertera dalam QS Al Baqarah ayat 213 dan QS Yunus ayat 20.
3) Panggilan Islam untuk seluruh manusia (Islam s universal call) yang diterangkan dalam QS Yusuf ayat 104, QS Takwir ayat 27, QS As Saba ayat 28, dan QS Al Anbiya ayat 107.
4) Tentang perbedaan kulit dan bahasa (Difference of color and language) yang diuraikan dalam QS Ar Rum ayat 22 dan QS Al Hujarat ayat 13.
5) Perintah hidup berlapang dada (Toleration par excellence) yang dijelaskan dalam QS Al Baqarah ayat 62 dan QS Al Maidah ayat 69.

PERJANJIAN WESTPHALIA

            Perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalm sejarah hukum I ternasional modern. Bahkan dianggap sebagai peristiwa yang meletakkan dasar masyarakat internasional modern yang didasarkan atas Negara-negara nasional. Karena dengan perdamaian Westphalia telah mencapai beberapa hal sebagai berikut:
   a)      Selain mengakhiri perang selama tiga puluh tahun, perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena perang di eropa itu.
     b)      Perjanjian perdamaian itu mengakhiri untuk selama-lamanya usaha kaisar romawi yang suci untuk menegakkan kembali imperium roma suci.
c)      Hubungan antar Negara-negara dilepaskan dari persoalan kegerajaan dan didasarkan kepentingan nasional Negara itu masing-masing
d)      Kemerdekaan Negara Nederland, swiss dan Negara-negara kecil di jerman diakui dalam perjanjian Westphalia itu.
Dengan demikian, perjanjian Westphalia telah meletakkan suatu dasar bagi susunan masyarakat internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas Negara-negara nasional dan bukan berdasarkan kerajaan maupun mengenai hakkikat Negara-negara itu dan pemerintahannya yakni pemisahan kekuasaan Negara dan pemerinta serta pengaruh keagamaan.
Ciri-ciri pokok yang membedakan organisasi atau susuna masyarakat internasional yang baru ini yang bersal dari masyarakat Kristen eropa pada abad pertengahan yang didasarkan atas system feodalisme adalah sebagai berikut :
1)      Negara merupakan satuan territorial yang berdaulat
2)      Hubungan nasional satu sama lain  didasarkan pada kemerdekaan dan persamaan derajat
3)       Masyarakat Negara tidak mengakui kekuasaan diatas meraka seprti kekaisaran pada abad pertengahan dan paus sebagai kepala gereja
4)      Hubungan antar Negara berdasarkan hukum yang banyak mengambil oper pengertian lembaga hukum perdata hukum romawi
5)      Negara mengakui addanya hukum internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antar Negara, tetapi menekankan peranan yang besar yang dimainkan Negara dalam kepatuhan terhadap hukum ini
6)      Tidak adanya mahkamah dan kekuatan polisi internasional untuk memaksakan ditaatinya ketentuan hukum internasional
7)      Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi keagamaan beralih dari anggapan menganai doktrin belum justum sebagai ajaran perang suci kearah ajaran yang menganggap perang sebagai salah satu cara penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan sengketa untuk mencapai tujuan kepentingan nasional
Dasar-dasar yang diletakkan dalam perjanjian Westphalia di atas diperteguh lagi dalam perjanjian Utrecht, yang paling penting artinya dilihat dari sudut pandang  politik internasional pada waktu itu karena menerima asas keseimbangan kekuatan sebagai asas politik internasional.

PARA PENULIS HUKUM INTERNASIONAL

Pada umumnya yang diakui menjadi pelopor terbesar mengenai hukum internasional adalah seorang sarjana, ahli hukum dan diplomat belanda, Grotius (1583-1645), dengan karangan yang sistematis mengenai hukum internasional de jure belli ac pacis (hukum perang dan damai) yang untuk pertam kalinya muncul pada tahun 1625. Dengan mempertimbangkan karangannya inilah, Grotius terkadang dipandang sebagai “bapak hukum bangsa-bangsa”, meskipun hal tersebut dianggap tidak benar oleh beberapa pihak dengan alasan bahwa dia terbukti telah mengambil ide dari tulisan gentilis dan seiring dengan waktu ia mengkuti penulis seperti belli,ayala dan lain-lain yang telah disebutkan sebelumnya, baik gentilis dan Grotius banyak dipengaruhi oleh penulis-penulis sebelumnya.
Tidak bisa dikatakan bahwa dalam de jure belli ac pacis akan dapat ditemukan keseluruhan hukum internasional yang da pada tahun 1625. Misalnya, tidak dapat dikatakan bahwa Grotius sepenuhnya menguraikan hukum dan praktek pada masanya yang berkenaan dengan traktat serta ulasan-ulasan mengenai kaidah-kaidah dan adat istiadat perang secara komprehensif. Disamping itu, de jure belli ac pacis tidak sepenuhnyab atau secara eksklusif merupakan karangan treatif mengenai hukum internasional karena memuat sejumlah sejumlah topic besar ilmu hukum dan menyinggung persoalan-persoalan teologi atau masalah filsafat. Kelebihan history Grotius lebih banyak terletak pada daya tarik inspirsionalnya yang berkelanjutan sebagai pencipta kerangka awal yang cukup komprhensif mengenai ilmu hukum internasional.
Grotius tetap mempunyai pengaruh terhadap hukum internasional dan terhadap ahli-ahli hukum internasional meskipun derajat pengaruh ini mengalammi fluktuasi pada periode tertenttu serta pengaruh aktualnnya terhadap praktek Negara-negara tidak pernah sebesar seperti yang umumnya dikemukakan. Walaupun mungkin keliru mengatakan bahwa pandangan Grotius telah dianggap memiliki otoritas yang memaksa, yang sering menjadi bahan kritikan namun karya utamanya de jure belli ac pacis masih tetap di pakai sebagai salah satu acuan dan karya yang mempunyai otoritas dalam keputusan pengadilan serta dalam buku-buku standar dari penulis ternama di masa selanjutnya. Demikian pula beberapa doktrin Grotius telah terukir dan tersirat dalam karakter hukum internasional modern yaitu pembedaan antaraperang yang adil dan yang tak adil, pengakuan atas hak dan kebebasan individu, doktrin netralitas terbatas,gagasan tentang perdamaian, dan nilai dari konfrensi-konfrensi periodic antara penguasa Negara. Dan tidak boleh dilupakan bahwa selama tiga abad Grotius dianggap sebagai pencetus standar history dari doktrin tentang kebebasan dilaut berdasar atas tulisannya mare liberum, yang diterbitkan pada tahun 1609.
Penulis terkemuka dari abad ketujuh belas dan kedelapan belas yang menyusul kemunculan risalah Grotius adalah zouche (1590-1660) professor hukum sipil di oxford seperti halnya gentilis dan hakim mahkamah pelayaran  (admiral judge), pufendorf (1632-1694) professor di universitas Heidelberg, kemudian bynkershoek (1673-1743) seorang ahli hukum belanda, wolff (1679-1754) seorang ahli hukum dan filsafat jerman yang menyusun suatu metodologi hukum internasional daan hukum alam yang asli dan sistematis,  moser (1701-1795) seorang professor hukum jerman, von martens (17556-1821) yang juga seorang professor hukum jerman, serta vattel (1714-1767) seorang ahli hukum dan diplomat swiss yang mendapat pengaruh besar dalam tulisan wolff dan dari ketujuh orang yang disebutkan tadi barangkali dialah yang terbukti berpengaruh besar dan mendapatkan penerimaan yang luas bahkan lebih besar dari Grotius. Dalam abad kedelapan belas ada kecenderungan perkembangan diantara para ahli hukum untuk lebih mengemukakan kaidah-kaidah hukum internasional terutama dalam bentuk kebiasaan dan traktat serta mengurangi sedikit mungkit kedudukan “hukum alam” atau nalar sebagai sumber dari prinsip-prinsip tersebut. Kecendrungan ini secara jelas, misalnya, tampak dalam tullisan bynkershoek dan secara tegas dijumpai khususnya dalam karya-karya moser dan von martens. Namun terdapat para ahli hukum yang pada waktu yang bersamaan berpegang teguh pada tradisi hukum alam baik secara keseluruhan ataupun secara sedikit penekanan pada kebiasaan dan traktat-traktat sebagai unsure hukum internasional. Berbeda dengan penganut kuat hukum alam ini, para penulis sperti bynkershoek yang meletakkan bobot utama atau lebih besar pada kaidah kebiasaan dan traktat disebut sebagai “hukum positivist”
Pada abad kesembilan belas hukum internasional berkembang lebih jauh lagi. Hal ini dikarenakan sejumlah faktor yang memungkinkan lebih tepat dimasukkan kedalam lingkup studi kesejarahan, misalnya kebangitan Negara-negara baru yang kuat baik di dalam maupun diluar lingkungan eropa, ekspansi peradaban eropa ke wilayah-wilayah di luar benu, modernisasi saran angkutan dunia, penghancuran yang dahsyat akibat peperangan modern dan pengaruh penemuan baru. Semua faktor ini menimbulkan kebutuhan yang mendesak pada masyarakat internasional  Negara – Negara untuk memiliki suatu kaidah yang dapat mengatur secara tegas segala tindakan yang berhubungan dengan hubungan antar Negara. Adapun perkembangan besar selama abad ini dalam hal hukum perang dan netralitas serta perkembangan besar dalam penyelesaian perkara-perkara oleh pengadilan arbitrasi internasional menyusul Alabama calims award tahun 1872 yang memberikan suatu kaidah dan prinsip penting. Disamping itu, Negara-negara mulai terbiasa melakukan perundingan mengenai traktat umum untuk mengatur hubungan timbal balik mereka. Demikian pula abad kesembilan belas tidak kekurangan penulis-penulis tentang hukum internasional. Karya-karya para ahli hukum yang berasal dari berbagai Negara telah meberikan sumbangan besar terhadap pembahasan subyek ilmu pengetahuan ini, diantaranya adalah kent dan wheaton seorang amerika, de martens orang rusia, kluber dan bluntschii orang jerman, philimore dan hall orang inggris, calvo orang argetina, fiore orang italia, pradier-fodere orang prancis. Kecendrungan umumnya dari para penulis ini adalah memusatkan perhatian kepada praktek yang berlaku dan menyampingkan konsep “hukum alam” meskipun tidak melepaskan kiblat kepada nalar dan keadilan dimana dalam hal tidak adanya kaidah-kaidah kebiasaan atau traktat meraka tidak segan-segan memikirkan mengenai apa yang seharusnya menjadi hukum.
Perkembangan penting lainnya berlangsung pada abad kedua puluh. Permanent court of arbitration berhasil dibentuk oleh konferensi the hague tahun 1899 dan 1907. Pada tahun 1921 dibentuk permanent court of international justice sebagaipengadilan yudisial internasional yang punya otoritas an pada tahun 1946 digantikan oleh international court of justice sampai sekarang ini. Selanjutnya telah dibentuk organisasi-organisasi international permanen yang fungsinya dalam kenyataan menjadi semacam pemerintahan dunia untuk kepentingan perdamaian dan kesejahteraan umat manusia seperti liga bangsa-bangsa dan penggantinya sekarang ini-persiktan bangsa-bangsa,organisasi buruh internasional (international labour organization-ILO) organisasi pernerbangan sipil internasional (international civilaviation organization-ICAO) dan lain-lain. Dan baangkali yang sangat penting dari semua itu adalah perluasan ruang lingkup internasional yang mencakup traktat-traktat dan konvensi multilateral tidak hanya untuk setiap macam kepentingan ekonomi dan social yang berpengaruh terhadap Negara-negara, tetapi juga hak-hak dan kebebasan-kebasan fundamental umat manusia sebagai individu.

 

KESIMPULAN :


                Perkembangan diatas mendahului apa yang kemudian terjadi dan dapat dikatakan mencirikan tahap ketiga dalam pertumbuhan masyarakat internasional yakni emansipasi politik Negara-negara terjajah kedalam masyarakat internasional sebagai Negara-negara yang merdeka dan sama derajatnya. Proses ini yang telah dimulai sejak berakhirnya perang dunia 1 dipercepat dan mencapai puncaknya setelah perang dunia 2 berakhir. Telah kita lihat betapa pentingnya emansipasinya atau rehabilitasi bangsa” didunia ini bagi terwujudnya masyarakat internasional yang benar-benar unirversal.

No comments:

Post a Comment